Disusun Oleh :
Nama : Riris yunita sinaga (59214477)
3DF01
PROGRAM DIPLOMA TIGA BISNIS KEWIRAUSAHAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Prinsip-prinsip pengukuran resiko
· Ruang lingkup prinsip-prinsip pengukuran resiko
Ruang lingkup proses manajemen risiko terdiri dari:
a. Penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya
b. Identifikasi risiko,
c. Analisis risiko,
d. Evaluasi risiko,
e. Pengendalian risiko,
f. Pemantauan dan telaah ulang,
g. Koordinasi dan komunikasi.
Prinsip-prinsip pengukuran resiko adalah :
1. Transparansi
Prinsip
ini mensyaratkan agar seluruh potensi risiko yang ada pada suatu
aktivitas, khususnya transaksi, dibeberkan secara terbuka. Risiko yang
tersembunyi atau disembunyikan akan menjadi sumber permasalahan terbesar
dan, per definisi, tidak akan dapat dikelola dengan baik.
2. Pengukuran yang Akurat
Prinsip
ini mewakili sisi sains dari konsep Manajemen Risiko, dan mensyaratkan
investasi berkesinambungan untuk berbagai teknik dan alat yang akan
digunakan sebagai syarat dari proses Manajemen Risiko yang kuat.
3. Informasi Berkualitas yang Tepat Waktu
Prinsip
ini akan turut menentukan akurasi pengukuran dan kualitas keputusan
yang diambil. Sebaliknya tidak terpenuhinya prinsip ini bisa membawa
manajemen pada suatu keputusan yang berisiko fatal.
4. Diversifikasi
Sistem
Manajemen Risiko yang baik menempatkan konsep diversifikasi sebagai
sesuatu yang penting untuk dicermati.Hal ini menuntut pola pemantauan
yang konstan dan konsisten.Asumsinya adalah bahwa konsentrasi (Risiko)
dapat muncul setiap saat seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi
di dunia.
5. Independensi
Berdasarkan
prinsip independensi, keberadaan suatu kelompok Manajemen Risiko yang
independen makin dianggap sebagai suatu keharusan. Prinsip ini tidak
sekedar berbicara tentang kewenangan dan level tanggung jawab dari
kelompok Manajemen Risiko dan kelompok atau unit lainnya dalam
perusahaan, melainkan juga tentang tentang visi perusahaan dan kualitas
interrelasi antara kelompok Manajemen Risiko dengan kelompok atau unit
lainnya, dan juga antar kelompok aatau unit yang melaksanakan transaksi
dengan mengambil risiko tertentu.
6. Pola Keputusan yang Disiplin
Porsi
sains dalam konsep Manajemen Risiko memang telah memberikan banyak
kontribusi bagi kemampuan Manajemen Risiko dalam melakukan pengukuran
risiko namun kualitas keputusan tetap saja tergantung pada bagaimana
manajemen memutuskan cara terbaik untuk menggunakan alat atau teknik
tertentu dan memahami keterbatasan yang dimiliki oleh alat atau teknik
tersebut.
7. Kebijakan
Prinsip
ini mensyaratkan bahwa tujuan dan strategi Manajemen Risiko suatu
perusahaan harus dirumuskan dalam sebuah Policy, Manual & Procedure
yang jelas. Policy harus secara jelas menjabarkan dan mendefiniskan
filosofi Manajemen Risiko perusahaan dan menyediakan keseluruhan
pendekatan yang digunakan serta organisasi dari proses pengambilan
Risiko. Tujuan utama dari hal tersebut adalah untuk memberikan kejelasan
mengenai proses Manajemen Risiko, baik untuk pihak internal maupun
untuk pihak eksternal seperti regulator dan para analis.
Prinsip-prinsip
tersebut di atas akan menjadi penentu arah dalam menyusun suatu
kerangka kerja, suatu model Manajemen Risiko yang handal. Lebih jauh,
prinsip-prinsip tersebut juga akan menjadi penentu keberhasilan dari
penerapan model Manajemen Risiko dalam suatu perusahaan. Tanpa pemahaman
mendalam serta konsistensi dalam menggunakan prinsip-prinsip tersebut,
maka penyusunan dan penerapan suatu model Manajemen Risiko tidak akan
memberikan nilai tambah yang seharusnya dapat diperoleh.
Pengukuran Resiko
Setelah
manajer resiko mengidentifikasi berbagai jenis resiko yang di hadapi
perusahaan, maka selanjutnya resiko itu harus di ukur.
Perlunya pengukuran resiko adalah :
a. Untuk menentukan relatif pentingnya
b. Untuk
memperoleh informasi yang akan menolong untuk menepatkan
kombinasiperalatan manajemen resiko yang tepat untuk menanganinya.
c. Dimensi yang harus diukur – frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi serta keparahan dari kerugian tersebut
· Konsep probablitias dalam mengukur resiko
KONSEP PROBABILITAS
Pengukuran
kerugian baik dari dimensi frekuensi dan kegawatan berhubungan dengan
kemungkinan (probabilitas) dari kerugian potensiil tersebut.Untuk
melakukan analisa terhadap kemungkinan dari suatu kerugian potensiil
perlu memahami prinsip dasar teori probabilitas.
Probabilitas adalah kesempatan atau kemungkinan terjadinya suatu kejadian/ peristiwa.
a. Konsep “sample space” dan “event”
Sample
Space (Set S) merupakan suatu set dari kejadian tertentu yang diamati.
Misalnya: jumlah kecelakaan mobil di wilayah tertentu selama periode
tertentu. Suatu Set S bisa terdiri dari beberapa segmen (sub set) atau
event (Set E). misalnya : jumlah kecelakaan mobil di atas terdiri dari
segmen mobil pribadi & mobil penumpang umum.
b. Asumsi dalam probabilitas
1. Bahwa kejadian atau event tersebut akan terjadi.
2. Bahwa
kejadian-kejadian adalah saling pilah, artinya dua event tersebut
(kecelakaan mobil pribadi dan mobil penumpang umum tidak akan terjadi
secara bersamaan.
Asumsi
diatas membawa kita pada “hukum penambahan” yang menyatakan bahwa total
probabilitas dari 2 event atau lebih dari masing-masing event yang
saling pilah tersebut.
3. Bahwa
pemberian bobot pada masing-masing event dalam set adalah positif,
sebab besarnya probabilitas akan berkisar antara event yang pasti
terjadi probabilitasnya 1, sedangkan event yang pasti tidak terjadi
probabilitasnya 0.
c. Aksioma defenisi probabilitas
Ada 3 aksioma probabilitas, yaitu :
· Probabilitas suatu event bernilai antara 0 dan 1.
· Jumlah hasil penambahan keseluruhan probabilitas dari event-event (Set E) yang saling pilah dalam Set S adalah 1.
· Probabilitas
suatu event yang terdiri dari sekelompok event yang saling pilah dalam
suatu Set S adalah merupakan hasil penjumlahan dari masing-masing
probabilitas yang terpisah.
d. Sifat probabilitas
Probabilitas
adalah merupakan aproksimasi. Sebab sangat jarang sekali terjadi atau
bahkan tidak mungkin kita dapat mengetahui besarnya probabilitas secara
mutlak (pasti sama dengan kenyataan). Yang kita dapatkan hanyalah suatu
perkiraan, yang mungkin benar dan mungkin juga tidak.
Jadi
apa yang kita dapatkan dari suatu penelitian atau perhitungan
berdasarkan definisi probabilitas adalah merupakan ekspresi, yaitu
sebagai prosentase total exposure dalam rangka mendapatkan estimasi
empiris dari probabilitas. Maka dari itu probabilitas dari sudut
empiris dipandang sebagai frekuensi terjadinya event dalam jangka
panjang, yang dinyatakan dalam prosentase.
Misalnya
: apabila suatu event telah terjadi x kali dari jumlah n kasus dari
kemungkinan terjadinya event tersebut, maka probabilitas empirisnya
adalah : x/n. Namun probabilitas tersebut adalah menggambarkan data
historis (apa yang telah terjadi). Sedang kegunaannya untuk meramalkan
kejadian/event yang akan datang merupakan approksimasi/perkiraan saja;
kecuali bila event tersebut akan dengan sendirinya berulang persis
seperti masa lalu. Suatu situasi yang tampaknya sangat mustahil.
Selanjutnya
perlu disadari bahwa untuk probabilitas, misalnya 2/5, tidaklah berarti
bahwa kejadiannya adalah sama apabila kasus atau jumlah
exposure/percobaannya kecil. Hal itu hanya akan terjadi apabila n nya
sangat besar atau mendekati tak terhingga (hukum bilangan besar), dimana
x/n akan dapat menghasilkan probabilitas empiris yang hampir tepat.
e. Event yang indefendent dan acak
Suatu
konsep yang sangat penting dalam probabilitas dan penerapannya dalam
asuransi adalah berkenaan kejadian/event yang sifatnya berdiri sendiri
atau independent. Artinya hasil dari suatu event dalam sekelompok
kemungkinan event tidak akan mempengaruhi penilaian tentang probabilitas
dari event yang lain.
Hal
itu berlaku pula bagi percobaan, dimana hasil dari sejumlah
percobaannya juga dapat dianggap independent. Dalam kasus ini sample
space nya adalah serangkaian percobaan (Succesive trials) dan hasilnya
merupakan akibat yang dapat terjadi pada masing-masing percobaan.
Di
samping itu event dalam suatu percobaan haruslah terjadi secara acak,
artinya masing-masing event mempunyai kesempatan atau probabilitas yang
sama.
Prinsip keacakan dan ketidak-tergantungan event mempunyai peranan yang sangat penting dalam asuransi, sebab :
Underwriter/perusahaan
asuransi akan berusaha untuk mengklasifikasikan unit-unit exposures ke
dalam kelompok-kelompok, dimana kejadian/kerugian dapat dianggap sebagai
event yang independent. Dimana dengan cara ini maka jumlah pembebanan
yang sama kepada masing-masing anggota kelompok dapat dijustifikasi
karena masing-masing kelompok menyadari bahwa besarnya kemungkinan
terjadinya kerugian adalah sama, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk
orang lain. Suatu jenis kerugian mungkin dapat diterima dua kali atau
lebih oleh individu yang sama
f. Event yang berulang
Apabila
kita mengetahui bahwa probabilitas akan terjadinya sesuatu dalam satu
kali percobaan adalah “p” dan probabilitas tidak terjadinya sesuatu
adalah “q”, yang besarnya sama dengan 1-p. (q=1-p). Berdasarkan prinsip
ini maka kita dapat menghitung besarnya probabilitas terjadinya suatu
event selama r kali dalam n kali percobaan, dengan menggunakan formula
binominal. Dimana formula binominal menggunakan konsep compound
probability dan addative rule. Dengan menggunakan formula ini kita akan
dapat menghitung distribusi binominal (lihat statistik).
Distribusi
binominal adalah merupakan salah satu dari teori probabilitas yang
digunakan dalam asuransi dan merupakan salah satu cara yang terpenting.
Dalam penggunaan distribusi binominal digunakan 3 asumsi :
1. Ada suatu event atau hasil yang bersifat saling pilah.
2. Probabilitas dari masing-masing event diketahui atau dapat diestimasi.
3. Karena
masing-masing event berdiri sendiri, maka probabilitasnya tidak akan
berubah dari percobaan yang satu ke percobaan yang lainnya, tetapi tetap
konstan, karena probabilitas terjadinya event sudah diketahui dan hanya
terdapat dua event, maka probabilitas tidak terjadinya event adalah 1 –
probabilitas terjadinya event (q = 1 – p).
g. Nilai harapan (expected value)
Expected
value dari suatu event dapat ditentukan dengan membuat tabel (tabel
binominal) untuk hasil-hasil yang mungkin diperoleh dari menilai
masing-masing hasil tersebut berdasarkan probabilitasnya. Dengan
menjumlahkan hasil dari masing-masing event tersebut akan diperoleh
expected valuenya.
Contoh:
diketahui bahwa dari 100 buah rumah kemungkinan terbakarnya satu rumah
adalah 27% dan rata-rata kerugian untuk setiap kebakaran adalah Rp
100.000.000,-.
Maka expected lossnya adalah Rp 27.000.000,- (27% x Rp 100.000.000,-).
Bila
kemungkinan terbakarnya dua rumah adalah 19%, maka expected lossnya: Rp
38.000.000,- (19%x2xRp 100.000.000,-). Sehingga expected loss untuk
satu rumah sebesar Rp 19.000.000,-.
Kemudian bila kemungkinan terbakarnya sepuluh rumah adalah sebesar 1% maka expected lossnya adalah
1% x 10 x Rp 100.000.000,- = Rp 10.000.000,-
Maka expected loss untuk satu rumah sebesar
Rp 1.000.000,-
Konsep expected value
Konsep
expected value sering ditemui terutama di dunia bisnis. Misalnya:
seorang kontraktor diminta membangun sebuag gedung dimana jika semuanya
berjalan baik ia akan mendapat keuntungan sebesar Rp 10.000.000.000,
Karena
menyadari selalu ada hal-hal yang tidak terduga, maka probabilitas utk
mendapatkan keuntungan diperkirakan hanya 80%, dimana yang 20% adalah
pengeluaran-pengeluaran yang tidak terduga. Jadi expected value dari
pekerjaan tersebut sebesar Rp 6.000.000.000,-
Dalam
distribusi binomial jumlah keseluruhan expected long frequency
(frekuensi kerugian yang diperkirakan dalam jangka panjang) dikalikan
dengan besarnya nilai kerugian (Rp) untuk setiap kerugian.
h. Penafsiran tentang probabilitas
a. Peristiwa yang saling bebas (mutually exclusive event )
Dua
peristiwa atau lebih dikatakan saling lepas apabila terjadinya
peristiwa yang satu menyebabkan tidak terjadinya peristiwa yang lain.
P(A atau B) = P(A) + P(B)
b. Peristiwa yang inklusif
Peristiwa
yang inklusif adalad dua peristiwa atau lebih yang tidak mempunyai
hubungan saling bebas dimana kita ingin mengetahui probabilitas
terjadinya paling sedikit satu peristiwa diantara dua atau lebih
peristiwa tersebut
P (A atau B) = P(A) + P(B) – P(A dan B)
c. Compound Events
Compount events adalah terjadinya dua atau lebih peristiwa terpisah selama jangka yang sama. Compound events terbagi atas:
1. Compound events yang bebas ( independent)
Dua peristiwa atau lebih dikatakan peristiwa bebas jika terjadinya salah satu tidak ada hubungannya dengan lain.
P(A dan B) = P(A) X P(B)
2. Compound events bersyarat (conditionl compount events)
Dua peristiwa atau lebih dima terjadinya peristiwa yang satu akan mempengaruhi terjadinya peristiwa yang lain.
P(A dan B) = P(A)X P(B/A)
DISTRIBUSI PROBABILITAS
Probabilitas merupakan kesempatan atau kemungkinan terjadinya suatu kejadian atau kemungkinan jangka panjang terjadinya sesuatu.
Distribusi
probabilitas menunjukkan probabilitas kejadian bagi masing-masing
outcome yang mungkin. Karena outcome itu merupakan mutually exclusive,
maka semua probabilitas jika dijumlahkan maka jumlahnya sama dengan
satu. Ada 3 macam distribusi probabilitas :
1. Total kerugian pertahun
2. Banyaknya kejadian pertahun
3. Kerugian per kejadian
Kerugian biasanya meliputi :
1. Harta termasuk laba bersih
2. Tanggung – gugat
3. Personil
Konsep probabilitas :
· Sample Space : Suatu set dari kejadian tertentu yang diamati (S)
· Event : Merupakan segmen atau bagian dari Sample Space (E)
Tanpa Bobot : P (E) = E/ S
Dengan Bobot : P (E) = W (E)
W (S)
Dimana : P(E) = probabilitas terjadinya event
· E = sub set atau event
· S = sample space atau set
· W = bobot dari masing-masing event
1. Distribusi Binomial
Distribusi binomial adalah distribusi probabilitas dengan variabel diskrit, mempunyai ciri-ciri :
a. Banyaknya percobaan adalah tetap
b. Setiap percobaan mempunyai dua hasil yaitu sukses-gagal, ya-tidak
c. Probabilitas sukses sama pada setiap percobaan
d. Hasil percobaan yang satu tidak mempengaruhi hasil percobaab lainnya
Rumus :
P (R) = nCx . (P)^x . (Q)^n-x
Dimana :
C= kombinasi
P= Probabilitas sukses
Q= Probabilitas gagal (I-p)
n= Banyaknya percobaan
x= Banyaknya keberhasilan dalam pengubah
acak x
P(R)= Peluang kejadian R yang diharapkan
2. Distribusi Poisson
Distribusi poisson merupakan distribudi yang bervariabel diskrit., yang mempunyai nilai n yang besar dan nilai p yang kecil.
P(R) = [(e^µ) . (µ^x)]/R!
Dimana:
P(R) = Peluang kejadian R yang diharapkan
µ = Rata-rata distribusi
e = 2,71828
x = jumlah kejadian sesuai sample
n = jumlah populasi
P = peluang keberhasilan
3. Distribusi Normal
Distribusi normal mempunyai variabel kontinu. Mempunyai ciri-ciri sbb :
· Kurva normal berbentuk lonceng atau simetris, sisi kiri dan sisi kanan tidak mempunyai batas
· Distribusi normal memiliki dua parameter yaitu rata-rata dan standar deviasi
· Nilai tertinggi (puncak)kurve adalah rata-rata
· Luas total kurve normal adalah 1
Manfaat Pengukuran Risiko :
· Untuk menentukan kepentingan relatif dari suatu risiko yang dihadapi
· Untuk
mendapat informasi yang sangat diperlukan oleh Manajer Risiko dalam
upaya menentukan cara dan kombinasi cara-cara yang paling dapat diterima
atau paling baik dalam penggunaan sarana penanggulangan risiko
Dimensi yang harus diukur :
· Frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi
· Tingkat kegawatan atau keparahan dari kerugian-kerugian tersebut
Dari hasil pengukuran yang mencakup dua dimensi tersebut paling tidak dapat diketahui :
1. Nilai rata-rata dari kerugian selama suatu periode anggaran
2. Variasi nilai kerugian dari satu periode anggaran ke periode anggaran yang lain naik-turunnya nilai kerugian dari waktu ke waktu
3. Dampak
keseluruhan dari kerugian-kerugian tersebut, terutama kerugian yang
ditanggung sendiri (diretensi), jadi tidak hanya nilai rupiahnya saja
Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan dimensi pengukuran tersebut, antara lain :
1. Orang umumnya memandang bahwa dimensi kegawatan dari suatu kerugian potensial lebih penting dari pada frekuensinya
2. Dalam
menentukan kegawatan dari suatu kerugian potensial seorang Manajer
Risiko harus secara cermat memperhitungkan semua tipe kerugian yang
dapat terjadi, terutama dalam kaitannya dengan pengaruhnya terhadap
situasi financial perusahaan
3. Dalam
pengukuran kerugian Manajer Risiko juga harus memperhatikan orang,
harta kekayaan atau exposures yang lain, yang tidak terkena peril
4. Kadang-kadang
akibat akhir dari peril terhadap kondisi financial perusahaan lebih
parah dari pada yang diperhitungkan, antara lain akibat tidak
diketahuinya atau tidak diperhitungkannya kerugian-kerugian tidak
langsung
5. Dalam
mengestimasi kegawatan dari suatu kerugian penting pula diperhatikan
jangka waktu dari suatu kerugian, di samping nilai rupiahnya
Pengendalian Resiko
Pengertian Risiko
Istilah
risiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari, yang
umumnya sudah dipahami secara intuitif. Tetapi pengertian secara ilmah
dari risiko sampai saat ini masih tetap beragam, yaitu antara lain :
· Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H).
· Risiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss) (A. Abas Salim).
· Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto).
· Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan (Herman Darmawi).
· Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil/outcome yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman Darmawi).
Definisi-definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan dengan
kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/tidak
diinginkan. Dengan demikian risiko mempunyai karakteristik :
· Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa.
· Merupakan ketidakpastian bila terjadi akan menimbulkan kerugian.
Wujud dari risiko itu dapat bermacam-macam, antara lain :
• Berupa
kerugian atas harta milik / kekayaan atau penghasilan, misalnya
diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran, dan sebagainya.
• Berupa tanggung jawab hukum, misalnya risiko dari perbuatan atau peristiwa yang merugikan orang lain.
• Berupa penderitaan seseorang, misalnya sakit / cacat karena kecelakaan.
• Berupa kerugian karena perubahan keadaan pasar, misalnya terjadinya perubahan harga, perubahan selera konsumen dan sebagainya.
Macam-macam Risiko
Risiko dapat dibedakan dengan berbagai macam cara, antara lain :
1. sifatnya risiko dapat dibedakan ke dalam :
a. Risiko
yang tidak sengaja (risiko murni), adalah risiko yang apabila terjadi
tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disengaja; misalnya
risiko terjadinya kebakaran, bencana alam, pencurian, penggelapan,
pengacauan, dan sebagainya.
b. Risiko
yang disengaja (risiko spekulatif), adalah risiko yang sengaja
ditimbulkan oleh yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian
memberikan keuntungan kepadanya, misalnya risiko utang-piutang,
perjudian, perdagangan berjangka (hedging), dan sebagainya.
c. Risiko
fundamental, adalah risiko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan
kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau beberapa orang
saja, tetapi banyak orang, seperti banjir, angin topan, dan
sebagainya.
d. Risiko
khusus, adalah risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri dan
umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal tandas, pesawat
jatuh, tabrakan mobil, dana sebagainya.
e. Risiko
dinamis, adalah risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan
(dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan teknologi, seperti
risiko keusangan, risiko penerbangan luar angkasa. Kebalikannya disebut
risiko statis, seperti risiko hari tua, risiko kematian dan sebagainya.
2. Dapat-tidaknya risiko tersebut dialihkan kepada pihak lain, maka risiko dapat dibedakan ke dalam :
a. Risiko
yang dapat dialihkan kepada pihak lain, dengan mempertanggungkan suatu
objek yang akan terkena risiko kepada perusahaan asuransi, dengan
membayar sejumlah premi asuransi, sehingga semua kerugian menjadi
tanggungan (pindah) pihak perusahaan asuransi.
b. Risiko
yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain (tidak dapat
diasuransikan); umumnya meliputi semua jenis risiko spekulatif.
3. Menurut sumber atau penyebab timbulnya, risiko dapat dibedakan ke dalam :
a. Risiko
intern yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri,
seperti kerusakan aktiva karena ulah karyawan sendiri, kecelakaan
kerja, kesalahan manajemen dan sebagainya.
b. Risiko
ekstern yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan, seperti risiko
pencurian, penipuan, persaingan, fluktuasi harga, perubahan kebijakan
pemerintah, dan sebagainya.
Pengukuran Frekuensi Kerugian
Pengukuran
frekuensi potensial adalah untuk mengetahui berapa kali suatu jenis
peril dapat menimpa suatu jenis objek yang bisa terkena peril selama
suatu jangka waktu tertentu, yang umumnya satu tahun. Selanjutnya
berdasarkan dimensi frekuensinya ada empat kategori kerugian, yaitu :
1. Kerugian
yang hampir tidak mungkin terjadi (almost nil), yaitu risiko yang
menuntut pendapat Manajer Risiko tidak akan terjadi atau kemungkinan
terjadinya sangat kecil sekali atau hampir tidak mungkin terjadi
(probabilitas terjadinya mendekati nol).
2. Kerugian
yang kemungkinan terjadinya kecil (slight), yaitu risiko-risiko yang
tidak akan terjadi dalam waktu dekat dan di masa yang akan datang
kemungkinannya pun kecil.
3. Kerugian yang mungkin (moderate), yaitu kerugian-kerugian yang mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat di masa yang akan datang.
4. Kerugian
yang mungkin sekali (definite), yaitu kerugian yang biasanya terjadi
secara teratur, baik dalam waktu dekat maupun di masa mendatang jadi
merupakan kerugian yang hampir pasti terjadi.
Berkaitan dengan pengukuran kerugian dari dimensi frekuensi Manajemen Risiko harus memperhatikan pula :
• Beberapa jenis kerugian yang dapat menimpa suatu objek.
• Beberapa jenis objek yang dapat terkena suatu jenis kerugian,
Sebab kedua hal itu akan sangat mempengaruhi besarnya probabilitas kerugian potensial.
Pengukuran Kegawatan Kerugian
Pengukuran
kerugian potensial dari dimensi kegawatan adalah untuk mengetahui
berapa besarnya nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan dengan
pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi finansialnya.
Dalam mengukur kegawatan kerugian potensial ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Kemungkinan kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu besarnya kerugian terburuk dari suatu peril.
2. Probabilitas
kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu merupakan kemungkinan
terburuk yang mungkin terjadi, yang besarnya lebih rendah dari
kemungkinan kerugian maksimum.
3. Keseluruhan
(aggregate) kerugian maksimum setiap tahunnya, yang merupakan
keseluruhan kerugian total yang terbesar, yang dapat menimpa perusahaan
selama suatu periode tertentu (biasanya satu tahun).
Berdasarkan dimensi kegawatannya ada empat kategori kerugian potensial, yaitu :
1. Kemungkinan
kerugian yang wajar (normal loss expectancy), yaitu kerugian-kerugian
yang dapat dikelola sendiri oleh perusahaan ataupun oleh umum/perusahaan
asuransi.
2. Probabilitas
kerugian maksimum (probable maximum loss), yaitu kerugian yang dapat
terjadi bila alat pengaman terhadap peril tidak dapat berfungsi.
3. Kerugian
maksimum yang dapat diduga (maximum foreseeable loss), yaitu
kerugiankerugian yang tidak dapat diatasi secara individual (tidak bisa
ditangani sendiri), jadi penanganannya harus diserahkan kepada umum.
4. Kemungkinan
kerugian maksimum (maximum possible loss), yaitu kerugian-kerugian yang
tidak dapat diamankan, baik secara individual maupun secara umum.
Dalam
menentukan kegawatan kerugian, Manajer Risiko harus hati-hati dalam
memasukkan semua kerugian yang mungkin bisa terjadi akibat suatu
peristiwa tertentu dan bagaimana dampak terakhir terhadap kondisi
keuangan perusahaannya. Sebab sering terjadi bahwa yang terlihat adalah
kerugian yang tidak penting (kerugian langsung), sedang kerugian yang
lebih penting yang lebih penting jsutru yang sering sukar untuk
diidentifikasi (kerugian tidak langsung).
Penanggulangan Risiko
Terdapat
dua pendekatan atau cara yang digunakan oleh seorang Manajer Risiko
untuk menanggulangi risiko yang dihadapi oleh perusahaan, yaitu :
a. Penanganan Risiko (risk control)
Dalam pendekatan dengan cara penanganan risiko (risk control) ada beberapa alat atau metode yang dapat digunakan, antara lain:
1. Menghindari
Menghindari suatu risiko (murni) adalah menghindari harta, orang atau kegiatan dari exposure, dengan cara lain :
a. Menolak memiliki, menerima atau melaksanakan kegiatan yang mengandung risiko, walaupun hanya untuk sementara.
b. Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima atau segera mengehentikan yang diketahui mengandung risiko.
Ada beberapa karakteristik dasar yang harus diperhatikan, yang berkaitan dengan penghindaran risiko, antara lain :
a. Keadaan
yang mengakibatkan tidak adanya kemungkinan untuk menghindari risiko,
dimana makin luas pengertian risiko yang dihadapi akan makin besar
ketidakmungkinan untuk menghindari.
b. Manfaat
atau laba potensial yang akan diterima dari pemilikan harta,
memperkerjakan orang tertentu, tanggung jawab atas suatu kegiatan akan
hilang bila kita menghindari risiko dari kepemilikan, memperkerjakan
atau kegiatan tersebut.
c. Makin sempit risiko yang dihadapi, maka semakin besar kemungkinan terciptanya risiko yang baru.
d. Untuk
mengimplementasikan keputusan penanggulangan risiko dengan
penghindaran, harus ditetapkan secara jelas semua harta, personil serta
kegiatan yang menghadapi risiko yang ingin dihindarkan
tersebut.Selanjutnya dengan dukungan pihak manajemen puncak, Manajer
Risiko seharusnya merekomendasikan kebijakan dan prosedur tertentu yang
harus ditaati oleh semua bagian perusahaan dan karyawan.
2. Mengendalikan kerugian (loss control)
Bertujuan untuk :
a. Memperkecil kemungkinan / peluang terjadinya kerugian.
b. Mengurangi keparahan bila suatu risiko kerugian memang terjadi.
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain :
a. Melakukan
tindakan pencegahan dan pengurangan kerugian, dimana program pencegahan
kerugian adalah untuk mengurangi atau kalau bisa menghilangkan peluang
terjadinya kerugian. Sedang program pengurangan kerugian bertujuan untuk
mengurangi keparahan dari suatu kerugian. Program pengendalian kerugian
kebanyakan merupakan gabungan antara program pengurangan kerugian dan
program pencegahan kerugian. Program pengurangan kerugian dapat
dibedakan menjadi dua :
• Program
minimisasi (minimization program), yaitu program yang dijalankan
sebelum kerugian terjadi atau selama kerugian sedang terjadi, dengan
tujuan membatasi besarnya kerugian.
• Program penyelamatan (salvage program), yaitu program penyelamatan barang-barang yang selamat dari peril.
b. Program pengendalian kerugian berdasar sebab-sebab terjadinya, terdapat dua macam pendekatan dalam program ini, yaitu :
• Pendekatan
engineering adalah program pengendalian yang menekankan pada
pengendalian sebab-sebab yang bersifat fisik dan mekanis.
• Pendekatan
hubungan kemanusiaan (human realiton) menekankan pada pencegahan
terjadinya kecelakaan karena faktor manusia, seperti kelengahan, suka
menantang bahaya, tidak memakai alat-alat keselamatan dan lain-lain
faktor psikologis yang antara lain dilakukan dengan member nasihat
secara sabar, diajak berdialog dan sebagainya.
c. Pengendalian
kerugian menurut lokasi, dimana menurut W.Haddon kemungkinan dan
keparahan kerugian dari kecelakaan lalu lintas tergantung pada kondisi
dari:
• Orang yang menggunakan jalan.
• Kendaraan.
• Lingkungan umum jalan yang meliputi faktor-faktor seperti: desain, pemeliharaan, keadaan lalu lintas, dan rambu-rambu.
d. Pengendalian
menurut timing, dimana pengendalian ini berkaitan dengan masalah kapan
metode pencegahan / pengendalian itu digunakan, yang dapat :
• Sebelum terjadinya peril
• Selama peril terjadi
• Sesudah peril terjadi
Di samping itu dapat diklasifikasikan pendekatan ini ke dalam metode pengendalian atau pencegahan pada :
• Tahap
perencanaan, segala perubahan-perubahan yang mendasar dalam operasi
perusahaan, seperti pembelian mesin baru, penambahan bangunan dan
sebagainya harus didahului dengan perencanaan pengendalian kerugian
akibat perubahan-perubahan tersebut.
• Tahap pengamanan-pengamanan, yaitu program untuk memeriksa pelaksanaan dan mengusulkan perubahan bila perlu.
• Tahap darurat, meliputi program-program yang menjadi efektif dalam keadaan darurat.
3. Pemisahan
Pemisahan
artinya memisahkan penempatan dari harta yang menghadapi risiko yang
sama. Jadi dengan cara menambah banyaknya independent exposure unit,
sehingga probabilitas kerugiannya dapat diperkecil. Tujuan pemisahan
adalah untuk mengurangi jumlah kerugian akibat suatu peril.
4. Kombinasi atau poling
Kombinasi
atau poling adalah menambah banyaknya exposure unit dalam batas kendali
perusahaan yang bersangkutan, dengan tujuan agar kerugian yang akan
dialami lebih dapat diramalkan, sehingga risikonya lebih kecil. Salah
satu cara yang ditempuh adalah dengan mengadakan pengembangan internal.
5. Pemindahan risiko
Pemindahan risiko dapat dilakukan dengan cara-cara :
a. Harta
milik atau kegiatan yang menghadapi risiko dipindahkan kepada hak lain,
yang dinyatakan dengan tegas dengan berbagai transaksi atau kontrak.
b. Risikonya sendiri yang dipindahkan.
Pembiayaan Risiko (risk financing)
Penanggulangan
risiko dapat pula dilakukan dengan menyediakan atau mengeluarkan dana
yang berhubungan dengan cara-cara pengadaan dana untuk menanggulangi
kerugian.
Cara-cara yang dapat digunakan yaitu :
1. Memindahkan risiko dengan pembiayaan (risk financing transfer).
Pemindahan
risiko melalui risk financing transfer berarti transferor/penanggung
harus mencari dana eksternal untuk membayar kerugian yang diderita oleh
tertanggung, yang benar-benar terjadi, karena oleh peril yang
dipindahkan.
2. Meretensi (risk retention)
Meretensi
artinya perusahaan menanggung sendiri risiko financial dari suatu
perildan ini adalah bentuk penanggulangan risiko yang paling banyak /
umum.Sumber dananya diusahakan sendiri oleh perusahaan yang
bersangkutan. Penanggulangan semacam ini dapat bersifat pasif atau tidak
direncanakan (unplanned retention) dapat pula bersifat aktif atau
direncanakan (planned retention). Retensi bersifat aktif bila Manajer
Risiko telah mempertimbangkan metodemetode lain untuk menangani risiko
dan kemudian memutuskan secara sadar untuk tidak memindahkan kerugian
potensial tersebut, sehingga bila terjadi peril kerugiannya akan
diperhitungkan sebagai biaya tidak terduga.
• Alasan Melakukan Retensi
Suatu perusahaan melakukan retensi dalam menanggulangi risiko, antara lain :
1. Merupakan suatu keharusan, karena tidak ada alternative lain.
2. Berdasarkan
pertimbangan biaya, dimana memindahkan risiko biayanya lebih mahal
(loss allowance atau premi asuransi, loading atau biaya pemindahan atau
profit margin) dibandingkan dengan kemungkinan besarnya kerugian.
3. Bila perkiraan expected loss dari Manajer Risiko lebih rendah daripada perkiraan perusahaan asuransi.
4. Bedasarkan
prinsip opportunity cost dimana Manajer Risiko berpendapat bahwa
penggunaan dana untuk kepentingan investasi akan lebih menguntungkan
daripada untuk membayar premi.
5. Kualitas pelayanan dari penanggung dianggap kurang memuaskan, dibandingkan dengan bila risiko tersebut ditangani sendiri.
• Hal-hal yang Mendorong Penggunaan Retensi
Hal-hal yang mendorong Manajer Risiko menggunakan retensi dalam penanggulangan risiko antara lain:
1. Jika biayanya lebih rendah dibandingkan dengan yang akan dibebankan oleh perusahaan asuransi.
2. Jika expected lossnya lebih rendah daripada yang diperkirakan perusahaan asuransi
3. Jika
unit yang menghadapi risiko yang sama banyak jumlahnya, sehingga
risikonya lebih rendah dan probabilitasnya dapat diperhitungkan dengan
lebih akurat.
4. Tujuan manajemen risiko menerima variasi yang besar dalam kerugian tahunan.
5. Jika
pembiayaan untuk memindahkan kerugian membengkak selama jangka waktu
yang cukup panjang, sehingga menghasilkan opportunit cost yang lebih
besar.
6. Adanya peluang yang kuat untuk melakukan investasi, sehingga memperbesar opportunity cost.
7. Keuntungan pelayanan internal (noninsurer servicing).
• Kelemahan Penggunaan Rentensi
Ada beberapa hal yang menyebabkan penggunaan retensi kurang menarik untuk menangani risiko, antara lain:
1. Sering biaya yang dikeluarkan dengan meretensi lebih besar daripada biaya yang dibebankan oleh pihak asuransi.
2. Expected losses lebih besar daripada yang diperkirakan oleh perusahaan asuransi.
3. Exposure
unitnya sedikit, yang berarti bahwa risikonya tinggi, sehingga
perusahaan yang bersangkutan tidak sanggup meramalkan besarnya kerugian
secara memuaskan.
4. Ketidakmampuan
keuangan perusahaan untuk menopang maximum possible losses atau maximum
probable losses dalam jangka pendek (short run).
5. Tujuan manajemen risiko ditekankan pada ketenangan pikiran dan variasi laba tahunan yang kecil (relative stabil).
6. Jumlah kerugian dan biaya membengkak selama jangka waktu pendek, sehingga mengurangi opportunity cost.
7. Peluang investasi yang terbatas dengan tingkat pengembalian (return) yang rendah.
8. Peraturan perpajakan yang lebih menguntungkan bila risiko diasuransikan (biaya pemindahan termasuk biaya).
• Penyediaan Dana untuk Retensi
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menyediakan dana untuk melaksanakan program retensi, antara lain :
1. Tidak perlu penyediaan dana sebelumnya.
Dalam
hal ini perusahaan tidak menyediakan dana khusus untuk meretensi
risiko. Bila terjadi peril, kerugiannya diperhitungkan sebagai biaya.
Jadi langsung mengurangi keuntungan.
2. Dengan membentuk dana cadangan.
Membentuk
dana cadangan dari bagian laba yang disisihkan, sehingga bila terjadi
peril akan mengurangi besarnya dana cadangan. Cara ini mengandung
kelemahan, antara lain :
a. Pembentukan
dana cadangan adalah pemindah-bukuan secara akuntansi dan bukan berupa
uang tunai, sehingga bila terjadi peril yang harus dibiayai secara
tunai perusahaan akan mengalami kesulitan.
b. Penaksiran besarnya expected loss jarang yang tepat.
c. Apakah pembentukan dana semacam ini dapat diizinkan oleh Pemerintah ditinjau dari segi perpajakan.
3. Dengan Asuransi sendiri (self insurance)
Perusahaan
membentuk organsisasi asuransi sendiri (self insurer), yang bertugas
mengelola dana cadangan untuk membiayai pengelolaan risiko. Badan ini
merupakan badan otonom, yang berhak menginvestasikan dana cadangan yang
sedang menganggur, tetapi badan itu bukan perusahaan asuransi.
Pemindahan Resiko Kepada Perusahaan Asuransi
Pengertian Asuransi Secara Otentik
Pengertian
otentik tentang asuransi yang saat ini berlaku adalah sebagaimana
tercantum dalam Undang – Undang Republik Indonesia No.2 tahun 1992
Tentang Usaha Perasuransian Bab 1 pasal 1 yang berbunyi sebagai berikut:
"Asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih ,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seorang yang dipertanggungkan".
Pemahaman
kita atas pengertian atau definisi tersebut diatas akan lebih lengkap
apabila dibandingkan dengan pengertian tentang asuransi yang tercantum
pada pasal 246 K. U. H. Dagang yang berbunyi sebagai berikut:
"Asuransi
atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima
suatu premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tidak tentu."
Unsur - unsur penting yang terdapat dalam kedua definisi tersebut adalah:
1. Asuransi adalah suatu perjanjian
2. Premi merupakan pra – syarat perjanjian
3. Penanggung akan memberikan pergantian kepada tertanggung
4. Kemungkinan terjadinya peristiwa tak tertentu atau peristiwa yang tidak pasti.
Asuransi
sebagai suatu perjanjian atau perikatan sebagaimana perjanjian lainnya
tunduk kepada hukum perikatan (the law contract) sebagaimana tercantum
dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan. Untuk sahnya suatu perjanjian asuransi diperlukan 4 syarat, yaitu:
1. Sepakat mereka mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
a. 3.Suatu hal tertentu
3. Suatu sebab yang halal
Premi
asuransi atau biaya berasuransi merupakan pra-syarat adanya perjanjian
asuransi, karena tanpa adanya premi tidak akan ada asuransi. Pada
umumnya premi asuransi dibayar dimuka namun biasanya diberikan tenggang
waktu pembayaran. Contoh:
Dalam Polis Standard Kebakaran Indonesia dan Polis Standard Kendaraan
Bermotor tenggang waktu tersebut dicantumkan didalam polis, yaitu
masing-masing 30 hari dan 14 hari, dengan pengertian bahwa jika terjadi
klaim pada masa tenggang waktu tersebut walaupun premi belum dibayar,
penanggung tetap berkewajiban membayar klaim.
Jadi,
dengan kata lain, Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko
yang dilakukan dengan cara mengalihkan/transfer risiko dari satu pihak
ke pihak lain (dalam hal ini adalah perusahaan asuransi).
Pengertian asuransi yang lain adalah suatu pelimpahan risiko dari pihak pertama kepada
pihak
lain. Dalam pelimpahan dikuasai oleh aturan-aturan hukum dan berlakunya
prinsipprinsip serta ajaran yang secara universal yang dianut oleh
pihak pertama maupun pihak lain.
Dari
segi ekonomi, asuransi berarti suatu pengumpulan dana yang dapat
dipakai untuk menutup atau memberi ganti rugi kepada orang yang
mengalami kerugian.
Fungsi dan Tujuan Asuransi.
Disamping
sebagai bentuk pengendalian risiko secara finansial, asuransi juga
memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi
sebagai berikut:
Fungsi Utama (Primer):
1. Pengalihan Resiko
Sebagai
sarana pengalihan kemungkinan resiko atau kerugian dari tertanggung
kepada satu atau beberapa penanggung, dengan syarat pembayaran premi.
Dengan proteksi asuransi, ketidak-pastian yang berupa kemungkinan
terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga dapat
diatasi dengan kepastian akan ganti rugi atau santunan klaim.
2. Penghimpun Dana
Dana
yang dihimpun dari pemegang polis akan dikelola sedemikian rupa
sehingga berkembang, agar bisa dipergunakan kelak untuk membayar
kerugian yang mungkin diderita salah seorang tertanggung.
3. Premi Seimbang
Untuk
memastikan biaya pembayaran premi tertanggung seimbang dan wajar
dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung. Nilai
premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarip
premi dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.
Fungsi Tambahan (Sekunder) :
1. Export terselubung
atas komoditas tak nyata.
2. Perangsang pertumbuhan usaha dengan mencegah dan mengendalikan kerugian.
3. Sarana tabungan investasi dana dan invisible earnings.
4. Sarana Pencegah & Pengendalian Kerugian
Tujuan Asuransi :
1. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
2. Meningkatkan
efisiensi karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan
pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga,
waktu dan biaya.
3. Pemerataan
biaya yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya
tertentu dan tidak perlu mengganti atau membayar sendiri kerugian yang
timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
4. Dasar
bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan
perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
5. Sebagai
tabungan karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan
dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk
asuransi jiwa.
6. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi atau bekerja.
Asuransi dan Resiko.
Risiko
adalah suatu ketidakpastian akan terjadinya suatu peristiwa yang dapat
menimbulkan kerugian ekonomis. Tidak semua risiko dapat diasuransikan.
Risiko-risiko yang dapat diasuransikan adalah :
• Risiko yang dapat diukur dengan uang
• Risiko
homogen (risiko yang sama dan cukup banyak dijamin oleh asuransi)
risiko murni (risiko ini tidak mendatangkan keuntungan)
• Risiko partikular (risiko dari sumber individu)
• Risiko yang terjadi secara tiba-tiba (accidental)
• Insurable interest (tertanggung memiliki kepentingan atas obyek pertanggungan)
• Risiko yang tidak bertentangan dengan hukum
Sebagaimana
diketahui bahwa risiko mengandung ketidak-pastian.Sebagian dari risiko
tersebut dapat dialihkan kepada asuransi, namun tidak semua risiko dapat
diasuransikan.
Ketidak-pastian yang terdapat dalam setiap risiko mencakup dua hal, yaitu ketidak-pastian mengenai :
• Terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian.
• Besar kecilnya kemungkinan kerugian jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian tersebut.
Bentuk-bentuk risiko :
• Risiko murni adalah risiko yang akibatnya rugi atau break even, contohnya pencurian, kecelakaan atau kebakaran.
• Risiko spekulatif adalah risiko yang akibatnya rugi, untung atau break even, contohnya judi.
• Risiko
partikular adalah risiko berasal dari individu dan berdampak lokal,
contohnya pesawat jatuh, tabrakan mobil dan kapal kandas.
• Risiko
fundamental adalah risiko bukan berasal dari individu namun dampaknya
luas, contohnya angin topan, gempa bumi dan banjir.
Prinsip Dasar Asuransi.
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu
• Insurable
interest: Adalah hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu
hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan
diakui secara hukum. Jadi, anda dikatakan memiliki kepentingan atas
obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan
seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas
obyek tersebut. Kepentingan keuangan ini memungkinkan Anda
mengasuransikan harta benda atau kepentingan anda.Apabila terjadi
musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa Anda tidak
memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka Anda tidak
berhak menerima ganti rugi.
• Utmost
Good Faith: Adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan
lengkap, semua fakta yang material mengenai sesuatu yang akan
diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya si penanggung harus
dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya
syarat dan kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus
memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan
yang dipertanggungkan.Intinya Anda berkewajiban memberitahukan
sejelas-jelasnya dan dengan teliti mengenai segala fakta-fakta penting
yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan.Prinsip inipun
menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala
persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti.
• Proximate
Cause: Adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian
kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu
yang diawali dan secara aktif oleh sumber yang baru dan independen. Jadi
apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau
kecelakaan, maka pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien
yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada
akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip
yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien
adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai
peristiwa yang tidak terputus.
• Indemnity:
Adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi
finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan
yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253
dan dipertegas dalam pasal 278).
• Subrogation:
Adalah pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah
klaim dibayar. Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung
telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung
akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut
pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung".
• Contribution:
Adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama
menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung
untuk ikut memberikan indemnity. Anda dapat saja mengasuransikan harta
benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi
kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku
prinsip kontribusi.
Pengertian Asuransi
Penggantian
kerugian diberikan penanggung sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai
suatu ganti rugi, oleh karena orang yang menerima ganti rugi tidak
menerima ganti rugi yang sungguh-sungguh sesuai dengan kerugian yang
dideritanya.Ganti rugi yang diterimanya sebenarnya adalah hasil
penentuan sejumlah uang tertentu yang telah disepakati pihak-pihak.
(Ibid, Halaman 9)
Jadi
pemberian uang oleh penanggung bukanlah murni merupakan suatu
penggantian kerugian, oleh karena jiwa manusia tidak mungkin dinilai
dengan uang. Rumusan definisi pertanggungan dalam Pasal 246 Kitab
Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) berlaku bagi segala macam
pertanggungan, dengan demikian berlaku bagi pertanggungan kerugian
maupun bagi pertanggungan sejumlah uang atau pertanggungan jiwa.
Tujuan
Asuransi - Tujuan dari Asuransi atau Pertanggungan adalah sebagai
berikut: (R adiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, Jakarta :
Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, 1995, halaman 56)
1. Tujuan Ganti Rugi
Ganti
rugi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila
tertanggung menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan
untuk mengembalikan tertangung dari kebangkrutan sehingga ia masih mampu
berdiri seperti sebelum menderita kerugian.
Jadi
tertanggung hanya oleh boleh memperoleh ganti rugi sebesar kerugian
yang dideritanya, artinya tertanggung tidak boleh mencari keuntungan
(speklasi) dari asuransi. Bagitu juga dengan penanggung, ia tidak boleh
mencari keuntungan atas interst yang ditanggungnya, kecuali memperoleh
jasa atau premi.
2. Tujuan tertanggung
• Untuk memperoleh rasa tentram dan aman dari resiko yang dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya.
• Untuk
mendorong keberanianya mengikatkan usaha yang lebih besar dengan resiko
yang lebih besar pula, karena risiko yang benar itu idiambil oleh
penanggung.
Tujuan Penanggung
Tujuan penanggung dibagi 2 (dua), yaitu :
• Tujuan Umum, yaitu : memperoleh keuntungan selain menyediakan lapangan kerja, apabila penanggung membutihkan tenaga pembantu.
• Tujuan Khusus, adalah :
• Meringankan resiko yang yang dihadapi oleh para nasabah atau para tertanggung dengan mangambil alhi risiko yang dihadapi.
• Menciptakan rasa tentram dan aman dikalangan nasabahnya, sehingga lebih berani mengikatkan usaha yang lebih besar.
• Mengumpulkan
dana melalui premi yang terkumpul sedikit demi sedikit dari para
nasabahnya sehingga terhimpun dana besar yang dapat digunakan untuk
membiayai pembagian Bangsa dan Negara.
Perbedaan Asuransi Dan Judi
ASURANSI
|
J U D I
|
Ada
atau tidaknya asuransi, risiko tetap ada. Adanya perjanjian asuransi
hanyalah alat untuk memindahkan akibat risiko itu kepada orang lain, dan
berusaha untuk mengurangi atau menghilangkannya.
|
Risiko baru ada setelah ada perjanjian untuk mengadakan permainan judi,
Kalau perjanjian tidak diadakan, risiko itu tidak ada sama sekali.
|
Kejadian dari risiko dapat terjadi, tetapi belum pasti akan terjadi.
|
Akibat dari risiko yang ditimbulkan pasti terjadi, hanya hasil kejadiannya tidak pasti, (siapa yang menang)
|
Tidak ada pihak yang untung atau rugi.
|
Satu pihak akan untung sedangkan pihak lainnya akan rugi.
|
Berfaedah terhadap perekonomian dan masyarakat.
|
Sama sekali tidak berfaedah bagi masyarakat.
|
Didukung atau diijinkan oleh Undang-Undang.
|
Lazimnya tidak didukung.
|
Bahaya yang terjadi tidak diinginkan oleh kedua belah pihak.
|
Akibat yang terjadi justru diinginkan(oleh yang menang).
|
Jaminan yang diberikan adalah untuk menjamin kepentingan dari yang ditanggung.
|
Perjudian tidak memberikan jaminan yang demikian.
|
Besarnya jumlah penggantian yang akan diberikan belum diketahui dengan pasti lebih dahulu.
|
Jumlah yang akan diperoleh pada umum-nya telah diketahui lebih dahulu.
|
Resiko-resiko yang dapat diasuransikan
· Objek Resiko Yang dapat diasuransikan
Manusia
dapat diasuransikan. Ada syarat atau elemen yang harus ada di dalam
suatu risiko agar dapat diasuransikan atau dialihkan kepada perusahaan
asuransi melalui proses Perjanjian Asuransi.
1. Risiko
tersebut harus bersifat homogen atau ada dalam jumlah ang cukup banyak
(Homogeneous Similarly).Contoh: Bangunan yang terancam kebakaran,
jumlahnya cukup banyak, begitujuga mobil yang terancam bahaya kecelakaan
atau pencurian. Lukisan asli Monalisa, sulit diasuransikan karena
jumlahnya hanya 1 (satu) sehingga padanan untuk menjadi tolok ukur
nilai/harganya tidak ada.
2. Bentuk risikonya harus Risiko Mumi (Pure Risk).
3. Selain berbentuk risiko murni, juga harus merupakan risiko khusus atau Particular.
4. Kerugian
atau kerusakan yang diakibatkannya terjadi dari suatu peristiwa yang
bersifat kebetulan (Fortuitous) dan merupakan suatu hal yang bisa
terjadi, bisa juga tidak terjadi.
5. Risikonya
bukan suatu hal yang bertentangan dengan kebijaksanaan umum atau
kebijaksanaan Pemerintah (Not Against Public Policy). Misal : Risiko
terkena denda tilang karena melanggar peraturan lalu lintas, tidak dapat
diasuransikan.
6. Obyek risiko dan dampak kerugian yang mungkin timbul, harus dapat diukur atau dinilai dengan uang (Financial Value).
7. Mereka
yang akan mengalihkan risiko tersebut kepada perusahaan asuransi atau
akan mengasuransikan, harus mempunyai Insurable Interest atau
kepentingan yang melekat pada obyek pertanggungan asuransi atau obyek
risiko yang sah dilindungi hukum.
8. Atas pengalihan risiko tersebut haras dapat ditetapkan jumlah premi asuransi yang wajar (Reasonable Premium).
Dengan
mengetahui gambaran tentang risiko termasuk mengetahui Perils dan
Hazards, akan lebih mudah mengetahui dan mempelajari asuransi.
Risiko
akan selalu dihadapi manusia, siapa saja, dimana saja dan kapan saja,
manusia yang menghadapi risiko dapat mengalihkan risiko-risiko yang
memenuhi syarat kepada perusahaan asuransi dengan membeli proteksi
asuransi. Dengan demikian istilah “Risk is the very center of Insurance
and the very center of life” mengandung kebenaran aktual.
· Penggolongan Asuransi
1. Menurut Sifat Pelaksanaannya
a. Asuransi sukarela
Pada
prinsipnya pertanggungan dilakukan dengan cara sukarela, dan
semata-mata dilakukan atas kesadaran seseorang akan kemungkinan
terjadinya risiko kerugian atas sesuatu yang dipertanggungkan.
b. Asuransi wajib
Merupakan
asuransi yang sifatnya wajib dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang
pelakasanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh pemerintah.
2. Menurut Jenis Usaha Perasuransian
Menurut UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian jenis usaha perasuransian dibagi menjadi beberapa jenis :
a. Usaha Asuransi
1) Asuransi kerugian
Yaitu
usaha yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas
kerugian, kehilangan manfaat dn tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
yang timbul dari peristiwa yag tidak pasti. Usaha asuransi kerugian ini
dapat dipilah sebagai berikut:
• Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup risiko kebakaran.
• Asuransi
pengangkutan adalah asuransi pengangkutan penanggung atau perusahaan
asuransi akan menjamin kerugian yang dialami tertanggung akibat
terjadinya kehilangan atau kerusakan saat pelayaran.
• Asuransi
aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat digolongkan
kedala kedua asuransi diatas, misalnya: asuransi kendaraan bermotor,
asuransi kecelakaan diri, dan lain sebagainya.
2) Asuransi jiwa (life insurance)
Adalah
suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan
risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan. Asuransi jiwa memberikan:
• Dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan.
• Santunan bagi tertanggung yang meninggal
• Bantuan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh meninggalnya orang kunci
• Penghimpunan dana untuk persiapan pension
Ruang lingkup usaha asuransi jiwa dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :
a. Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance)
Biasanya
polis asuransi jiwa ini diterbitkan dalam suatu nilai tertentu dengan
premi yang dibayar secara periodik (bulanan, triwulanan, semesteran, dan
tahunan).
b. Asuransi jiwa kelompok (group life insurance)
Asuransi
jiwa ini biasanya dikeluarkan tanpa ada pemeriksaan medis atas suatu
kelompok orang di bawah satu polis induk di mana masing-masing anggota
kelompok menerima sertifikat partisipasi.
c. Asuransi jiwa industrial (industrial life insurance)
Dalam
jenis asuransi ini dibuat dengan jumlah nominal tertentu. Premi umumnya
dibayar mingguan yang dibayarkan di rumah pemilik polis kepada agen
yang disebut debit agent.
3) Asuransi sosial
Seperti
halnya asuransi-asuransi yang telah disebutkan di atas, tetapi dalam
asuransi sosial dalam penyelanggaraannya berdasarkan peraturan
perundang-undangan tersendiri yang bersifat dan terkandung tujuan
tertentu dari pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat
atau sebagaian anggota masyakarat. Ada lima perusahaan asuransi sosial
di Indonesia, yang semunya BUMN. Asuransi ini lebih menekanakan fungsi
sosial daripada aspek komersial.Perusahaan tersebut yaitu
· PT Taspen, memberikan asuransi pensiun dan tunjangan hari tua bagi PNS.
· PT Jasa Raharja, melayani santunan kecalakaan yang penumpang kendaraan umum dan pemilik kendaraan
· PT Jamsostek, Jaminan sosial dan tenaga kerja bagi perkerja swasta
· PT Askes, memberikan asuransi layanan kesehatan
· PT Asuransi Sosial
· ABRI
4) Reasuransi (reinsurance)
Adalah
pertanggungan ulang atau pertanggungan yang dipertanggungkan atau
asuransi dari asuransi. Reasuransi adalah suatu system penyebaran risiko
dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan
yang ditutupnya kepada penanggung yang lain. Penyebaran risiko tersebut
dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu koasuransi dan
reasuransi.Koasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan secara bersama
atas suatu objek asuransi. Sedangkan reasuransi adalah proses untuk
untuk mengasuransikan kembali pertanggung jawaban pada pihak
tertanggung. Fungsi reasuransi adalah :
a) Meningkatkan kapasitas akseptasi.
b) Alat penyebaran risiko.
c) Meningkatkan stabilitas usaha.
d) Meningkatkan kepercayaan.
Mekanisme untuk reasuransi antara lain:
a) Treaty dan facultative reinsurance
Dalam
model ini, reasuradur memberikan sejumlah pertanggungan yang diinginkan
dengan perjanjian kontrak dan reasuradur harus menerima jumlah yang
ditawarkan.
b) Reasuransi proporsional
Pembagian
risiko antara ceding company dengan reasuradur dilakukan secara
proporsional berdasarkan jumlah retensi yang telah ditetapkan.Retensi
adalah jumlah maksimum risiko yang ditahan atau ditanggung oleh ceding
company.
c) Reasuransi nonproporsional
Bentuk
ini memberikan kemungkinan bagi reasuradur untuk tidak membayar klaim
atau membayar klaim terbatas jumlah yang ada di treaty. Treaty dalam
mekanisme reasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan berdasarkan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang dituangkan dalam suatu
perjanjian antara ceding company dan reasuradur yang mana reasuradur
mengikatkan diri untuk menerima setiap penutupan yang diberikan oleh
ceding company.
Usaha Penunjang
1) Pialang
asuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi
dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2) Pialang
reasuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penetapan reasuransi dan penanganan ganti rugi reasuransi dewan
bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
3) Penilai
kerugian asuransi adalah usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap
kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
4) Konsultan aktuaria adalah usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
5) Agen
asuransi adalah pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka
pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
Menurut The Chartered Insurance Institute London
a. Asuransi kerugian (property insurance)
Merupakan pertanggungan untuk semua milik yang berupa harta benda yang memiliki risiko. Jenisnya ada :
1) Asuransi kebakaran (fire insurance)
2) Asuransi pengangkutan (marine insurance)
3) Asuransi penerbangan (flight insurance)
4) Asuransi kecelakaan (accident insurance)
b. Asuransi tanggung gugat (liability insurance)
Adalah
asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kerugian yang timbul
dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung.
c. Asuransi jiwa (life insurance)
Asuransi jiwa terdiri atas :
1) Asuransi kecelakaan
2) Asuransi jiwa
3) Anuitas
4) Asuransi industry
d. Asuransi kerugian (general insurance)
e. Reasuransi (reinsurance)
Hukum Asuransi Di Indonesia
Dasar-dasar Hukum Asuransi
v KUH Perdata
Asuransi
merupakan sebuah perikatan, maka sebagai dasar hukum pertama adalah KUH
Perdata, terutama pasal 1320. Juga pasal 1774 KUH Perdata, yang
berbunyi “Suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik
bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung kepada suatu
kejadian yang belum tentu, demikian juga persetujuan pertanggungan yang
diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang.”[1]
Dari
perumusan tersebut, dapat dimengerti bahwa orang bersedia membayar
kerugian yang sedikit untuk masa sekarang agar bisa menghadapi
kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang.
Kerugian-kerugian ini akan dipindahkan kepada perusahaan asuransi.
v Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
Terdapat
dua cara pengaturan asuransi dalam KUHD, yaitu pengaturan yang bersifat
umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat
umum terdapat dalam buku I Bab 9 Pasal 146-286 KUHD yang berlaku bagi
semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang
diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain.
Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 pasal
287-308 KUHD dan Buku II Bab IX dan Bab X pasal 592-695 KUHD dengan
rincian sebagai berikut:
a) Bab IX. Asuransi atau pertanggungan pada umumnya, pengaturannya mulai dari pasal 246-286
b) Bab
X. Asuransi atau pertanggungan terhadap bahaya-bahaya kebakaran,
terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum
dipaneni, dan tentang pertanggungan jiwa.
i. Bagian 1. Pertanggungan Terhadap Bahaya Kebakaran Pengaturannya Mulai Pasal 287-298 KUHD
ii. Bagian
2. Pertanggungan Terhadap Bahaya yang Mengancam Hasil Pertanian yang
Belum Dipaneni. Pengaturannya Mulai Pasal 299-301 KUHD
iii. Bagian 3. Pertanggungan Jiwa. pengaturannya mulai pasal 302-308 KUHD
iv. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan pasal 592-685 KUHD
v. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman pasal 686-695 KUHD.
Pengaturan
asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan
kepada perjanjian antara tertanggung dan penanggung.Perjanjian tersebut
menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara timbal
balik.Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertuis dalam
bentuk akta yang disebut polis asuransi.Pegaturan asuransi dalam KUHD
meliputi substansi asas-asas asuransi, perjanjian asuransi, unsur-unsur
asuransi, syarat-syarat asuransi dan jenis-jenis asuransi.
v Undang-undang No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
Jika
KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan, maka
Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian lebih
mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis, yakni menjalankan
usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hokum perasuransian dan
perusahaan yang berlaku; dan publik administratif, maksudnya kepentingan
masyarakat dan Negara tidak boleh dirugikan. Jika hal dilanggar, maka
pelanggaran tersebut diancam dengan saksi pidana dan saksi
administratif, sesuai dengan PP No. 73 Tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Adapun
secara stratifikasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
usaha peransuransian dan perusahaan reasuransi, serta tentang perizinan
dan penyelenggaraan usaha perusahaan penunjang usaha asuransi dapat
ditulis sebagai berikut:
1) Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Peransuransian
2) Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Peransuransian
3) Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No. 73 Tahun 1992
4) Keputusan Menteri Keuangan No. 223/KMK.017/1993 tentang Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
5) Keputusan Menteri Keuangan No. 225/KMK.017/1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
6) Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KMK.017/1999 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
v Keputusan
Menteri Keuangan No. 226/KMK.017/1993 tentang Perizinan dan
penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
Pengaturan Asuransi Di Indonesia
Hukum
asuransi pada umumnya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD), Buku I titel 9 dan 10 dan Buku II titel 9 dan 10 dengan
perincian sebagai berikut:
1) Buku I titel 9: mengatur Asuransi Kerugian pada umumnya.
2) Buku
I titel 10: mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran, terhadap
bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah, dan tentang Asuransi
Jiwa.
3) Buku I titel 10: ini dibagi atas beberapa bagian yaitu:
· Bagian pertama : mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran.
· Bagian kedua :,mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian di sawah,
· Bagian ketiga : mengatur Asuransi Jiwa.
4) Buku II titel 9: mengatur asuransi terhadapbahaya-bahaya laut dan bahaya-bahaya perbudakan.
5) Buku II titel 9 ini dibagi atas:
· Bagian pertama : mengatur tentang bentuk dan isi asuransi,
· Bagian kedua…: mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang diasuransikan,
· Bagian ketiga : mengatur tentang awal dan akhir bahaya,
· Bagian keempat : mengatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban penanggung dan tertanggung,
· Bagian kelima : mengatur tentang abandonnement,
· Bagian keenam .: mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar di dalam asuransi laut.
6) Buku II titel 10 adalah mengenai: pengangkutan di darat dan di sungai-sungai serta perairan pedalaman.
Kecuali
pengaturan yang terdapat di dalam Buku I titel 9 dan Buku II titel 9,
maka pengaturan yang terdapat di dalam Buku I titel 10 dan Buku II titel
10 adalah pengaturan yang sifatnya secara ringkas saja. Masih juga
terdapat jenis-jenis asuransi di dalam praktek yang diatur di dalam
KUHD, misalnya:
1) Asuransi terhadap pencurian dan pembongkaran.
2) Asuransi kecelakaan.
3) Asuransi terhadap kerugian perusahaan.
4) Asuransi atas pertanggungjawaban seseorang pada kerugian
Yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum sendiri atau orang bawahannya.
5) Asuransi kredit.
Asuransi
ini sekarang banyak dikenal di dalam praktek, yang maksudnya menanggung
kerugian yang timbul atau diderita berhubung debitor tidak dapat
mengembalikan kredit yang diambilnya dari bank.
6) Asuransi atas kerugian yang diderita oleh suatu perusahaan (Bedrijfsverzekering).
7) Asuransi wajib kecelakaan penumpang yang diatur di dalam U.U. No. 33 Tahun 1964.
8) Asuransi atas kecelakaan lalu lintas jalan, yang diatur di dalam U.U. No. 34 Tahun 1964.
Aspek Hukum Dalam Perjanjian Asuransi
Disamping
dapat dilihat sebagai suatu sistem atau cara penyebaran risiko,
reasuransi juga dapat dilihat dari aspek hukum perjanjian. C.E. Golding,
dalam bukunya “The Law and Practice of Reinsurance”, mendefinisikan
reasuransi sebagai berikut :
A
Reinsurance transactiaon is an agreement made between two parties
called Ceding Company and Reinsurer respectively, whereby the Ceding
Company agrees to cede and the Reinsurer agrees accept the certain fixed
of a Risk upon terms as set out in the agreement.
(Suatu
transaksi reasuransi adalah suatu persetujuan yang dibuat antara dua
pihak yang masing-masing disebut Ceding Company dan Reinsurer
(Reasuradur), dimana Ceding Company menyetujui untuk memberikan dan
Reasuradur menyetujui untuk menerima penyertaan tertentu dari suatu
risiko berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam perjanjian).
Sesuai
definisi, praktek, dan kebiasaan yang telah berlangsung, dapat
dikemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan aspek hukum dalam
reasuransi.
1. Perjanjian reasuransi bersifat konsensual, yaitu berdasarkan kesepakatan antara Ceding Companydan Reasuradur.
2. Perjanjian
reasuransi bersifat timbal balik, yaitu baik Ceding Company maupun
Reasuradur mempunyai hak dan kewajiban masing-masing berdasarkan
syarat-syarat yang telah disetujui bersama.
3. Prinsip-prinsip
utama asuransi seperti Insurable Interest, Utmost Good Faith, dan
Indemnity juga berlaku dalam perjanjian reasuransi.
4. Perjanjian
reasuransi antara Ceding Company dan Reasuradur merupakan suatu
perjanjian yang berdiri sendiri dan terpisah dari perjanjian asuransi
antara Penanggung dan Tertanggung.
Dalam hal ini ada 4 (empat) hal pokok yang harus diperhatikan sebagai berikut :
• Tertanggung tidak mempunyai hak apapun terhadap reasuradur.
• Dalam
hal Reasuradur mengalami kebangkrutan, Ceding Company tetap bertanggung
jawab kepada Tertanggung sesuai dengan polis yang telah dikeluarkan.
• Dalam
hal Ceding Company mengalami kebangkrutan, reasuradur tetap bertanggung
jawab kepadaCeding Company sesuai dengan perjanjian reasuransi yang
dibuatnya.
• Reasuradur tidak mempunyai hak berdasarkan perjanjian terhadap segala kesalahan yang dilakukan oleh Tertanggung.
5. Perjanjian Reasuransi adalah perjanjian yang bersifat confidential (rahasia) serta tidak dapat dipublikasikan.
6. Perselisihan
yang timbul antara Ceding Company dan Reasuradur biasanya diselesaikan
melalui arbitrase dan sangat jarang diselesaikan melalui jalur
pengadilan.
No comments:
Post a Comment